Kompetensi Dasar 5 SGA

Kompetensi Dasar 5 SGA
Menganalisis dan memaknai nilai SEJARAH GEREJA ASIA YANG BERTUMBUH ABAD XIX/1945 – SEKARANG

Penjelasan dalam laman ini tidak komprehensif, disini hanya menjelaskan misi Gereja Protestan sebagai bagian dari gereja yang bertumbuh di Asia.
Para Misionaris Protestan yang bermisi di India:
1. William Carey (1761-1834): Ia adalah anggota Gereja Anglikan, namun ketika mendengar kesaksian seorang temannya anggota Gereja Baptis, ia tertarik dengan kesaksian tersebut dan minta dibaptis ulang dan masuk Gereja Baptis. Dan ditahbiskan sebagai pendeta Gereja Baptis tahun 1785.
Beberapa tahun kemudian, yaitu tahun 1793 Carey diutus oleh Baptist Missionary Society.

Metode pelayanannya William Carey di India:

1.Mempelajari bahasa Sanskrit dan bahasa Bengali
2.Menterjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Bengali
3.Bekerja dengan tenaga sendiri (mengajar bahasa Bengali kepada pegawai negeri berkebangsaan Inggris, tenaga East India Company) untuk mencukupi biaya hidup dan pelayanan di India
4.Mengadakan penelitian agama dan kebudayaan India untuk tugas misi
5.Mengabarkan Injil seluas dan secepat mungkin
6.Secepat mungkin mendirikan Gereja India yang mandiri
7.Perlu didirikan sekolah dari TK – PT
8.Secepat mungkin mengkaderkan tenaga India sebagai pemimpin Gereja

Pada tahun 1974 diperkirakan ada 14 juta orang Kristen di India, kurang lebih 2,5 % penduduk: 5 juta merupakan orang Protestan. Pada tahun 1990 orang Kristen yang didaftarkan adalah 2,61 % penduduk India, dari jumlah ini orang Protestan sebanyak 16 juta orang.
Pemeluk Kristen yang paling banyak adalah di India Selatan terutama di Kerela, Negara bagian yang sangat miskin, orang Kriten merupakan 1/3 jumlah penduduk, Selain itu di Goad an daerah utara timur, diantara suku-suku pegunungan Assam. Sedangkan di daerah-daerah India lain, umat Kristen merupakan kelompok minoritas. (Ruck, 2000 : 228) Pada tahun 1981 di kota Madras, India Selatan jumlah orang Kristen dari 525 bertambah menjadi 700 orang pada tahun 1986. Tahun 1991 berkembang menjadi 1.400 orang Kristen. (Ruck, 2000 : 256)
Denominasi Gereja Protestan di India: Gereja Anglikan; Gereja Methodis; Gereja Reformed (Presbiterian dan Kongregasional); Gereja Baptis; Gereja Persaudaraan; (Brethren), Murid Kristus (Disciples of Christ) (Ruck, 2000 : 261)
Gereja Asia yang bertumbuh juga ditandai dengan kemampuan berteologi

Teologi Kontekstual India (Teologi India)

Berdasarkan definisi konseptual dari teologi kontekstual Asia maka kemunculan Teologi India dapat dipahami dalam konteks bagaimana Gereja India berteologi dalam konteks sesamanya yang mayoritas beragama Hindu. Dalam agama Hindu percakapan tema teologis berkisar pada moksa atau pembebasan. Agar memperoleh moksa, maka manusia harus menempuh tiga cara atau tiga jalan, yaitu (1) Jnana atau pengetahuan khusus. (2) Bakhti atau darma bakti. (3) Karma atau perbuatan baik (Ruck, 2005 : 261).
Percakapan tema teologis Hindu seperti yang kita kenal di atas, dalam rangka pendekatan Teologi Kontekstual India maka para Teolog, seperti Appasamy berusaha mewujudkan kebenaran Kristen dalam konsep-konsep Hindu ke dialog pluralis dan suasana belajar-mengajar dengan warga India yang beragama Hindu. (ibid, hlm.261). Sang Teolog India yang kita sebutkan di atas, menggambarkan ajaran tentang moksa dengan menggunakan perkataan Tuhan Yesus dalam Injil Yohanes 15 : 4. “Tinggallah didalam Aku”. Melalui iman dan pengabdian kasih, kita dapat menjadi satu dengan Kristus oleh rahmat Allah. Orang Kristen tidak meresapi keilahan, seperti dalam agama Hindu, melainkan tetap mempertahankan kepribadian unik. Allah tidak sama dengan dunia dan dunia jasmani tidak bersifat khayal saja. Disini sang Teologi menolak dua kepercayaan dasar agama Hindu. Menurut sang Teolog, Allah hadir dan bertindak di dunia sebagai firman atau logos. (Ibid, hlm. 262).
Selain teolog India yang namanya kita sebut di atas, ada juga teolog India, seperti M.M.Thomas. Ia berteologi secara kontekstual India dengan cara menguraikan jalan moksa ketiga, yaitu karma-marga sebagai teologi kesaksian sosial. Selanjutnya tentang teologi kontekstual model M.M.Thomas dapat kita perhatikan dalam pernyataan Ruck berikut ini:
Thomas menguraikan bagaimana rencana pencipta diperlihatkan dalam sejarah.

Allah memakai penjajahan Inggris sebagai alat-Nya untuk mengubah dan memajukan kehidupan bangsa India, lalu Allah memakai nasionalisme sebagai alat-Nya “untuk menggeser alat pengadilan-Nya yang telah menyeleweng. Pandangan sejarah Thomas jauh berbeda dengan pandangan siklis Hindu yang menganggap sejarah berputar terus tanpa ada perkembangan. Thomas menekankan konsep Kristen mengenai nilai orang perseorangan di mata Tuhan; bahwa Tuhan mengasihi seseorang secara pribadi, sehingga kita juga mengasihi sesame manusia perseorangan. … Cita-cita Thomas tidak hanya dinyatakan dalam tulisannya tetapi juga diterapkannya pada hidup sehari-hari. … Pada masa keadaan darurat … tahun 1975 – 1977, Thomas mencela sikap pemerintah India, dan ia menghimpun dana untuk membantu keluarga orang yang dipenjarakan karena alasan politik. (2005:263)

Teolog India lainnya yang berteologi secara kontekstual adalah Devanandan. Inti pemikiran teologis kontekstual dari Devanandan ialah menganjurkan kepada umat Kristen India supaya keluar dari keadaan terpencil di dalam masyarakat Kristen dan berkomunikasi dengan orang-orang bukan Kristen disekitarnya. Sang teolog India ini terkenal dengan perjuangan dialog antar agama dan meneliti dimensi sosial pekabaran Injil di India. Dapat juga disebut sebagai pejuang teologi pluralisme di Asia, khususnya India (Ibid). Tokoh lain seperti Samartha dapat dibaca dalam buku Anne Ruck.

Teologi Kontekstual Jepang (Teologi Jepang)

Konteks Jepang yang olehnya mempengaruhi pemikiran Teologi Kristen di Jepang adalah perjuangan jepang dari penderitaan tahun 1945 (bom di Hirosima dan Nagasaki) menuju kepada kemajuan materi yang spektakuler.
Salah satu teolog Kristen Jepang adalah Kitamori Kazoh, lahir tahun 1916. Sejak jatuhnya bom di Hirosima dan Nagasaki, masyarakat Jepang (Hirosima dan Nagasaki) berada dalam masa penderitaan. Konteks ini kemudian mempengaruhi Kitamori dalam berteologi. Dan teologi Kitamori adalah Teologi Penderitaan. Ia mengatakan bahwa penderitaan merupakan hakikat Allah, seperti digambarkan dalam Yeseya 63:15 : hatiKu yang tergerak dan kasih sayang. Penderitaan Allah hanya dapat dimengerti melalui pengertian tentang penderitaan Tuhan Yesus atau salib Tuhan Yesus. Disini Kitamori memahami penderitaan dalam empat sebab, yaitu (1) penderitaan karena kasih-Nya dan pengampunan terhadap orang berdosa (2) penderitaan Tuhan Yesus di kayu salib (penderitaan jasmani, perasaan,. dan rohani). (3) penderitaan Bapa membiarkan anak-Nya menderita. (4) Imanensi Allah dalam penderitaan manusia.
Jadi orang Kristen dipanggil untuk ikut serta dalam penderitaan sebagai lambang persatuan dengan Tuhan dan sebagai pelayanan kepada dunia. Penderitaan manusia menjadi lambing penderitaan Allah. Ini berarti

Menurut Kitamori,

Penderitaan bangsa Jepang karena bom tersebut melambangkan penderitaan Allah secara unik dan sangat mendalam.
Orang Jepang yang menjadi Teolog Asia seperti Kosuke Koyama (menghabiskan waktu pelayanannya di Thailand, di Singapura dan Selandia Baru, dan terakhir di Amerika Serikat) mengembangkan teologi kontekstual Asia dengan model “Teologi Kerbau” yang berbicara dalam bahasa konkrit akan kebutuhan rakyat. Koyama menfokuskan perhatiannya pada aspek-aspek kebenaran Kristen yang dicerminkan dalam agama-agama lain, sehingga aspek tersebut menjadi jembatan kesaksian. Oleh karena itu maka Kosuke Koyama menekankan dua tema Kristen yaitu “Penderitaan dan pengorbanan”. Pikiran Kristus yang disalibkanlah, bukan pikiran perang salib, yang seharusnya menjadi dasar kehidupan, misi dan teologi Kristen (Ruck, 2005 :305).

Isi teologi dari Kosuke Koyama di atas berlawanan pemikiran teologis dengan seorang Teologi India, yaitu M.M.Thomas yang menganggap penjajahan India oleh Inggris adalah alat Tuhan untuk merubah dan memajukkan kehidupan bangsa India. Disini ada banyak pandangan disekitar munculnya misi Kristen yang berboncengan dengan penjajahan, sehingga agama Kriten sering disebut agama penjajah atau agen Kolonialisme. Pertentangan teologis tentang tema yang terakhir, yaitu apakah penjajahan harus dipahami sebagai bagian dari kehendak Tuhan? Jawabannya pasti beragam. Disini kami mempunyai posisi pemikiran Teologis untuk hal itu, tetapi kami tidak mengemukakan itu, biarlah mahasiswa menentukan posisi sendiri. Prinsipnya Firman Tuhan tidak berubah, tetapi teologi dapat berubah.

2.Teologi dan Misi Kristen: Manusia Berdosa dan Manusia Sasaran Dosa Pekabaran Injil yang dilaksanakan Gereja masa kini, tidak hanya melihat atau membahas perihal manusia berdosa, tetapi harus melihat manusia sebagai sasarn dosa (mangsa dosa orang lain). Dalam hal ini pekabaran atau pemberitaan Injil yang hanya memperhatikan manusia berdosa menyampaikan terlalu banyak sikap merendahkan sehingga kurang adil terhadap mereka yang menderita akibat penghinaan dan ketidak adilan. (Elwood, 1996 :201-215: digumuli lebih lanjut dalam halaman tersebut)

Jadi seorang penginjil yang tidak sadar akan “sasaran dosa” ini tidak dapat mengkomunikasikan kabar baik kepada mereka yang telah menjadi sasaran dosa (orang lain). Oleh karena itu bila mana pekabaran Injil ingin menyapa batin manusia yang terdalam melalui pemberitaan Injil, maka pekabar Injil harus menyadari serta memahami kenyataan bahwa manusia menjadi obyek dan subyek dosa secara serempak. (Muanley, 1991:31-32)

Previous Post
Next Post
Related Posts